CN, Jakarta - Pemberantasan pungutan liar (pungli) harus memberikan dampak terhadap pelayanan yang semakin baik dan penguatan sistem pengawasan. Demikian ditegaskan Waki Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Farouk Muhammad di Jakarta, Sabtu, (22/10/2016).
Menurut Farouk Muhammad, perlu diwaspadai dampak dari pemberantasan pungli yang melibatkan pegawai bawahan (masif tetapi dengan nilai yang relatif rendah), yakni pelayanan publik yang lambat ( _slow down_ ). Artinya, terdapat kecenderungan personel pelaksana tugas ( _worker_ ) tidak lagi responsif dalam menjalankan pekerjaannya karena tidak lagi memperoleh insentif dari pungli.
"Perlu disadari praktek pungli sudah berlangsung lama, berurat berakar dalam tubuh birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Harus ada pendekatan yang komprehensif dalam menangani “puncak gunung es” ini. Pembenahan sistem disatu sisi dan memberikan kesadaran kepada masyarakat, disisi yang lain." ujar senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Farouk menambahkan, pungli yang melibatkan pejabat yang terlibat dalam pembuatan keputusan, sejalan dengan diskresi yang dimilikinya dapat mengalihkan obyek keputusannya, baik yang menyangkut proyek maupun pembinaan personel.
"Keteladanan pimpinan atau atasan, motivasi dan sugesti positif kepada pegawai secara kontinyu, serta penguatan _ruhiyah_ melalui pendalaman ( _deepening_ ) nilai-nilai agama/spiritual, sebagai bagian dari pengembangan sistem integritas di tempat kerja sangat baik untuk ditingkatkan hingga berdampak pada terbentuknya karakter dan budaya kerja ( _corporate culture_) yang _zero tollerance_ to pungli/torli." tegasnya
Guru Besar PTIK ini menjelaskan, pungli harus dibedakan dengan "Torli" atau setoran liar. Dalam hal pungli petugas lebih aktif memungut atau setidak-tidaknya meminta atau mengharapkan pemberian uang atau materi dari klien yang dilayani. Sebaliknya, dalam hal torli, yang aktif adalah klien dalam menyerahkan uang/materi sebagai tanda terima kasih, walaupun tidak diminta oleh petugas pemberi layanan.
Menanggapi gagasan yang hendak memberi penghargaan kepada personel yang melaporkan warga yang melakukan torli dalam bentuk insentif dengan nilai yang jauh lebih besar dari nilai pungli atau torli yang umumnya. Dirinya menganggap wacana tersebut pada tataran realitas seringkali terjebak pada kondisi dilematis dan pragmatis.
"Berdasarkan pengalaman saya dalam memberantas pungli/torli dikhawatirkan efektivitasnya. Terdapat kecenderungan anggota/personel lebih baik menolak torli dari pada memperkarakan yang bersangkutan karena merasa kasihan atau dengan kata lain personel/anggota tidak ingin "mendirikan mahligai diatas puing-puing kehancuran" orang lain." pungkasnya.