CN, Jakarta - DPR RI melalui Komisi VII mendesak pemerintah segera melakukan divestasi atas PT Vale Indonesia Tbk (INCO), sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM, Senin (5/6/2022), sejumlah anggota DPR menyatakan pentingnya divestasi Vale Indonesia sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Yulian Gunhar mengatakan terlaksananya divestasi 51% saham Vale Indonesia akan menjadi catatan sejarah di era Jokowi karena berhasil ‘membawa pulang’ nikel tanah air. Kesuksesan yang serupa pernah ditorehkan melalui divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia.
“Besar harapan kami DPR, ESDM, dan kepemimpinan Jokowi, kembali membuat prestasi bukan hanya pada Freeport tetapi juga Vale Indonesia. Ini akan menjadi catatan sejarah, 51% tertuang dalam kepemimpinan Jokowi,” ujar Gunhar, Senin (5/6/2023).
Seperti diketahui divestasi yang akan dilakukan INCO untuk memenuhi persyaratan perpanjangan IUPK adalah 11%. Dengan begitu nantinya komposisi kepemilikan 31% pemerintah Indonesia melalui MIND ID, 20,7% publik, dan sisanya masih dimiliki oleh Vale Canada dan Sumitomo Metal Mining.
Namun angka 11% dirasa tidak cukup untuk membuat Indonesia menjadi mayoritas. Pasalnya, 20% saham yang dilepas ke publik pun dimiliki oleh lembaga asing melalui transaksi saham, bukan investor tanah air.
“Informasinya 20% itu (saham publik) bukan dimiliki pasar domestik tapi menjadi ‘cangkang’. Jadi yang punya mereka-mereka juga, bahkan terindikasi ada dana pensiun Sumitomo. Padahal mereka juga punya saham disana,” kata politisi PDIP ini.
“Jadi kalau negara mau kuasai, mau melanjutkan legacy Presiden Jokowi seperti Blok Rokan, saya berharap sebelum presiden mengakhiri masa jabatannya bisa ditambahkan satu lagi, yakni Vale Indonesia dikuasai negara,” tegas Gunhar.
Dengan kepemilikan mayoritas oleh pemerintah, maka Indonesia memiliki kemandirian dalam memanfaatkan cadangan nikel terbesar untuk kepentingan masyarakat. Apalagi, pemerintah memiliki rencana besar untuk ekosistem kendaraan listrik, yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai. Dia pun mempertanyakan bagaimana ‘nasib’ nikel tanah air dan kelangsungan program hilirisasi, jika harta karun ini dikuasai asing.
Hal senada juga disampaikan anggota DPR Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto. Menurutnya divestasi 51% kepemilikan Vale Indonesia menjadi harapan pemerintah pusat, daerah, hingga DPR.
Bahkan, sudah dilakukan koordinasi dengan komisi VI DPR RI untuk meminta penyertaan negara demi akuisisi Vale Indonesia.
Pentingnya posisi pemerintah dalam divestasi perusahaan berkode saham INCO ini, juga diutarakan oleh Anggota dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian.
Ramson menegaskan, pentingnya pemerintah melalui BUMN, dalam hal ini MIND ID, memiliki hak suara dalam membuat keputusan.
“Kalau MIND ID punya saham 40% saja sudah bisa membuat keputusan, artinya mempengaruhi keputusan strategis Vale Indonesia. Jadi proses penggantian KK ke IUPK ini harus di-push untuk kepentingan bangsa dan masa depan,” tegas Ramson.
Dengan dominasi MIND ID di dalam Vale, maka pemerintah memiliki hak suara dan keputusan strategis untuk mendukung berbagai programn pengurangan emisi. Hal ini berperan penting jika pemerintah serius mencapai Net Zero Emission di 2060 atau lebih cepat.
“Kementerian ESDM harus punya keberanian dalam membuat kebijakan strategis untuk kepentingan masa nanti,” pungkas Ramson.
Pada kesempatan yang sama Anggota Komisi VII Fraksi PAN Nasril Bahar juga menyuarakan kekhawatirannya terkait urgensi divestasi saham Vale Indonesia dan kelangsungan hilirsasi nikel.
Nasril mengatakan, selama ini pencatatan aset Vale Indonesia dilakukan di Kanada, bukan di Indonesia.Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk bisa mencapai porsi minimal 40% dalam komposisi kepemilikan Vale Indonesia.
“Pencatatan aset Vale Indonesia selama ini tidak ada di dalam negeri, tetapi di Kanada. Kami berharap ada kedaulatan mineral kita disini. Pada akhir pemerintahan ini kami harap komisi VII punya legacy, dan pemeirntahan punya legacy,” ujar Nasril.
Anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir, juga mengingatkan agar Vale Indonesia mengutamakan kepentingan pemerintah dan negara, bukan semata perusahaan.
“Jika 51% bisa kita lakukan dengan Freeport, maka kita harus lakukan dengan Vale Indonesia,” tegasnya.
Menanggapi desakan anggota DPR terhadap divestasi Vale Indonesia, Menteri ESDM mengungkapkan bahwa, saat ini proses divestasi tengah berjalan sesuai ketentuan undang-undang.
Meski demikian, dia mengakui yang menjadi concern saat ini adalah Vale Indonesia merasa sudah melakukan divestasi 40%.Rincian divestasi yang dilakukan yakni ke MIND ID 20%, dan 20% telah ditawarkan secara resmi ke pemerintah. Dengan begitu 11%, menurutnya, menjadi angka kesepakatan Vale Indonesia.
Menurut Arifin bila pemerintah mau mengakuisisi lebih dari 11% maka akan dilakukan melalui mekanisme business to business antara BUMN yang ditunjuk dengan pihak Vale.